Cari Blog Ini

Berbagi Itu Indah

Asslamu'alaikum...,

Selamat datang dan selamat bergabung di blog yang khusus diciptakan untuk atau lebih tepatnya tempat berbagi pengalaman, cerita - cerita perjalanan hidup, gambar dll.

Teman - teman sekalian bebas berekspresi di blog ini dengan hal - hal yang bermanfaat untuk teman - teman yang lain.

Berbagilah lebih banyak lagi, karena berbagi itu indah.

Wassalam,


A. Khairi

Minggu, 25 April 2010

Suamiku tak romantis?

Sejak awal berkenalan mestinya aku sudah tau bahwa Azzam, suamiku, tak romantis. Mungkin selamanya tak akan bisa romantis. Dan mungkin tak memerlukan hal-hal seperti itu sebagai ungkapan kasih sayang.

Dua bulan lalu, sebelum ia melamarku, bukankah ia sudah bilang?
“Aku tak sesempurna yang adek bayangkan, tapi aku akan berusaha membuat adek merasa sempurna saat denganku…”

Pernah juga awal-awal berkenalan aku mencoba meminta foto close up-nya, hanya sekedar ingin tau bagaimana rupanya. Ia malah berkata:
“Adek percaya kan bahwa manusia itu tak sempurna?”

Aku kadang cemburu dan merasa iri ketika melihat adegan – adegan romantis yang terjadi di sinetron. Melihat tingkahku, sembari tersenyum ia berkata:
“Dek, itu cuma sinetron… “

Muhammad Nuril Azzam… Tak bisakah engkau se-romantis lagu Glenn Fredly? Atau engkau benar – benar tak bisa romantis? Buktinya?

Saat usiaku genap 25 tahun, aku berharap ia akan memberiku sesuatu kado. Tapi? Boro – boro, ia malah datang terlambat dengan alasan meeting yang tak bisa ditinggalkan di kantor. Ia cuma mengecup keningku seraya berbisik:
“Semoga adek menjadi khadijah-nya keluarga, bagiku, bagi anak-anakku, anak ibuku dan kakak adik-adikku…”

Azzam… tak sempatkah membelikanku sepotong cokelat atau setangkai bunga agar dikau terlihat romantis?

Alhamdulillah… malamnya ia mengajakku dinner di sebuah restoran tempat kali pertama kami bertemu. Tak lama, wajahku berubah cemberut dan make up ku terasa luntur. Aku berharap ia yang memilih dan memesankan makanan kesukaanku, ternyata…
“Adek yang pilih makanannya deh, aku ikut aja…” terlebih saat kulihat ia asyik sendiri dengan makanannya. Huuhh…! Dinner yang sama sekali tak berasa romantis.

Ditengah perjalanan pulang, saat aku kedinginan diterpa angin malam, ia melepaskan jaket hitamnya dan memakaikan ke tubuhku. Duuuhh… kenapa baru sekarang?
“Aku ga mau adek kena angin malam, aku takut adek kedinginan. Kalau adek kedinginan, aku takut adek jatuh sakit. Kalau adek sakit, siapa yang repot?”

“…???”

3 hari kemudian aku benar-benar jatuh sakit. Hanya influenza, tapi coba – coba kubuat berlebihan dari kenyataan. Apa yang akan ia lakukan?

Ternyata ia benar-benar adam yang terindah yang dianugerahkan oleh Allah kepadaku.
Ia izin bekerja selama beberapa hari, apa karena ingin merawatku?
Alhamdulillah, ia tak seperti yang aku bayangkan. Ia begitu mandiri menggantikanku mengerjakan pekerjaan rumah yang biasa aku kerjakan sehari-hari. Ia menyapu dan mengepel lantai, ia mencuci pakaian dan tak lupa menyiram bunga – bunga kesayanganku. Ia membuatkanku bubur. Mas Azzam… apa engkau sedang belajar untuk menjadi romantis?

Duuh.. aku merasa teristemewa hari ini, terlebih ketika ia menyuapiku. Seraya itu, ia berujar:
“Emm… nah gitu dong. Makan yang banyak yah, biar cepet sembuh. Biar bisa beraktivitas seperti biasa, kembali menjadi khadijah dalam bahtera rumah tangga…”

“…???”

Ia melirikku sembari tersenyum kecil, wajahku lagi – lagi cemberut dibuatnya.

Besok paginya, aku terbangun oleh kokok ayam tetangga sebelah. Astaghfirullah… mas Azzam…Ia tertidur disamping ranjang, kepalanya ditelungkupkan ke kedua tangannya. Ia begitu nyenyak, sampai tak tega aku membangunkannya.
Ya Allah.. ampunilah hamba tak bisa menjadi istri yang baik bagi dia selama ini…

Aku beranjak ke dapur, kubuatkan segelas susu hangat dan beberapa potong roti, kuletakkan di atas meja. Lantas aku segera mandi.

“Sudah sehat dek… Alhamdulillah…” sapanya hangat melihat rona segar di wajahku. Susu telah habis ia minum dan tinggal sepotong roti.

“Mas kok tidur disamping ranjang?” tanyaku duduk didekatnya
“Malam tadi adik terus mangigau… Aku tak bisa tidur.”
Wajahku berubah cemberut lagi, jadi gara-gara itu? Bukan karena ingin menungguiku?

“Kenapa ga tidur di sofa aja sekalian?” ku cubit tangannya
“Banyak nyamuk.” Ia tersenyum dan menggelengkan kepala pelan.

2 minggu setelah itu…

Mas Azzam pulang cepat hari ini. Tadi ia sudah menelponku. Bel pun berbunyi, pasti itu suamiku, pikirku.

Duuuhh… mimpi apa aku semalam ya Gusti Allah… Saat kubukakan pintu, ia menyambutku hangat dengan seikat bunga mawar. Apa ini pertanda ia sudah romantis?

“Bunganya indah dan harum…” berkali – kali kucium bunga tersebut.
“Tadi dikasih teman yang membuka usaha dengan berjualan bunga. Sayang kan, kalau ga kuterima? Itung – itung gratis.” Nadanya bercanda, aku malah menanggapi serius.

Hah? Jadi ini bunga gratis? Bukan untuk romantis?

“Huwaa…” teriak mas Azzam dari dalam kamar. Pasti ia telat bangun hari ini.

Resiko mas Azzam. Biasanya setelah shalat subuh ia tak akan memejamkan matanya lagi. Aku yakin pasti dia ngedomel dalam hati kenapa aku tak membangunkannya pagi ini. Aku tersenyum melihatnya gelabakan kesana kemari, bingung apa yang mesti duluan ia lakoni.

Buru – buru ia masuk kamar mandi. Terdengar jelas suara air limpah dari gayung. Byur..byur…
Tumben, ga pakai acara nyanyi-nyanyi, seperti kebiasaannya pas lagi mandi. Berhubung mandinya super kilat, aku tau bakalan ada bagian tubuh yang tak mengkilap.

Mandi pagi tak biasa,
Mandi sore sama aja,
Tidak mandi sudah biasa,
Badan bau luar biasa

Ia tak mengacuhkan nyanyian ku yang berisi sindiran, ia lewat begitu saja didepanku yang sedang menyiapkan sarapan pagi untuknya.

“Makanya kalau pacaran sama neng kokom jangan sampe larut malam, inget istri.”

Ia duduk dan menghirup segelas susu buatanku. “Udah, adek siapain tas kerjaku aja ya.” Muka mas azzam dibuat seram, tapi aku malah ketawa cekikikan.

Ku siapkan tas kerjanya, dan kelar…

Ia berlari kecil ke arah motornya. Aku sadar ada yang ia lupa, lantas kupanggil:
“Idiih.. mau langsung berangkat aja. Lupa ya…” Mas Azzam menepuk keningnya pertanda ia lupa sesuatu. Lekas ia berbalik ke arahku. Muah … muah …

“Nah gitu dong, jangan awal – awal nikah aja muah muah-nya.” Balasku mencium tangannya.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam…”

Pagi ini terasa tak seperti pagi yang biasanya. Kenapa aku begitu bahagia dengan Mas Azzam? Apalagi pagi ini, entahlah…

Pukul 13:00 wib ini aku ada pengajian di mesjid. Sebelumnya aku menelpon mas Azzam dulu untuk meminta izin. Alhamdulillah, aku mendapat izin darinya. Katanya selama yang kulakukan adalah untuk mendapat ridho Allah, kenapa tidak? Aku tersanjung dibuatnya.

Di akhir pengajian, awan berubah mendung dan gelap. Tak lama hujan pun turun dengan derasnya. Gimana aku pulang ya? Tanyaku dalam hati. Seandainya ada mas Azzam…

Aku berjalan ke beranda depan mesjid, kali aja ada teman yang ngajak pulang bareng naik mobil. Tapi sudah pulang semua. Sebagian dijemput oleh suami mereka.
Dari samping parkiran mesjid kulihat seseorang memakai payung hitam perlahan mendekat ke arahku. Astaghfirullah… Mas Azzam… Sebagian tubuhnya basah kuyup, ia menggigil kedinginan. Segera ku berlari dan memeluk tubuhnya. Airmataku menetes tanpa ku sadari. Lekas ia menyapu airmataku, suaranya terputus – putus.

“Aku mau menghemat biaya taksi tadinya, karena itu aku menjemput adek kemari. Daripada aku bayar sama, lebih baik kita naik berdua kan?”

Mas Azzam… Sekarang aku baru sadar, terlebih sehabis membaca tulisan yang engkau tinggalkan di meja. Ya Allah, sekali lagi ampunilah hamba…

Assalamu’alaikum,

Istriku yang sholehah yang tercinta.

Aku, Muhammad Nuril Azzam
Laki – laki yang telah menikahi kamu
Tidaklah semulia Nabi Muhammad, Rasulullah
Tidaklah setakwa Nabi Ibrahim
Pun tidak setabah Nabi Ayub
Ataupun segagah Nabi Musa
Apalagi setampan Nabi Yusuf

Tapi aku hanyalah pria akhir zaman
Yang punya cita – cita membangun keturunan yang sholeh

Akupun sadar
Bahwa engkau, Mia Nur’aini

Bukanlah Khadijah
Yang begitu sempurna dalam menjaga
Pun bukanlah Hajar
Yang begitu setia dalam sengsara

Engkau hanya wanita akhir zaman
Yang berusaha untuk menjadi istri sholehah

Aku tak sempurna,
Aku punya kelemahan dan beberapa kelebihan
Maka kucintai engkau sebagai pelengkap dan penyeimbangnya

Aku menjadi pelindung, dikau penghuninya
Aku menjadi Nahkoda, dikau navigatornya

Seandainya aku bagaikan balita yang nakal, engkau adalah penuntun kenakalannya
Seandainya aku menjadi raja, nikmatilah anggur singgasananya
Seketika aku menjadi bisa, engkaulah obat penawarnya
Seketika aku menjadi masinis lancang, sabarlah memperingatkan

Juga,
Maafkan aku yang selama ini tak bisa menjadi seperti yang engkau minta

Demi Allah, engkau adalah anugerah terindah
Selamanya…

Wasaalam,
Azzam, suamimu

Apa yang telah aku pikirkan selama ini? Bukankah suamiku sudah terlalu romantis???