Cari Blog Ini

Berbagi Itu Indah

Asslamu'alaikum...,

Selamat datang dan selamat bergabung di blog yang khusus diciptakan untuk atau lebih tepatnya tempat berbagi pengalaman, cerita - cerita perjalanan hidup, gambar dll.

Teman - teman sekalian bebas berekspresi di blog ini dengan hal - hal yang bermanfaat untuk teman - teman yang lain.

Berbagilah lebih banyak lagi, karena berbagi itu indah.

Wassalam,


A. Khairi

Minggu, 19 April 2015

Olahraga kaki ke Objek Wisata Pagat, Batu Benawa, Barabai

Hari ini berhubung libur, daripada berkhayal yang ga jelas di Pulau Kapuk, ada hasrat terpendam yang belum tertuntaskan.

Yapp, berkunjung lagi ke objek wisata Pagat Batu Benawa, Barabai.

Lirik lirik jam tangan, eh ternyata dah jam 8 pagi. Klo ngulur waktu lagi bisa kesiangan kesana. Dengan segenap semangat aq bangun, langsung menuju kamar mandi. Byurrr byurrr tanpa ada acara nyanyi nyanyi pas mandi, kali ini ga ada ritual apapun. Selain pakai sabun, facial foam dan sampo. 3 menit rasanya sudah bersih dan harum. Semoga!!!

Kali ini pun ada gegana pas buka lemari. Biasanya butuh waktu kursus memilih baju *plesetan lirik lagu Jamrud. Ok, celana jeans, kaos polo dan sweater. Ga pakai acara selfi pas bercermin. Sisir rambut ke samping. Kayaknya udah ganteng dari sononya sih ya. Hahahaa

Karena rumahku berada di Kecamatan Haruyan, so perjalanan harus aq tempuh sekitar 30menitan dengan kecepatan rata2 50km/jam.

Kecewanya, pas memasuki jalan di daerah Batu Benawa, jalan masih belum diaspal mulus, tapi proyeknya udah mulai. Buktinya ada penebaran batu kerikil dan proses grading pinggir pinggir jalannya. Walhasil, debunya bukan main. Ini mah debunya lebih dari lagu "Butiran Debu".

Akhirnya, sampai di depan gerbang masuk objek wisata Pagat, motor udah diparkir dan udah diwanti wanti biar ga keluyuran kemana mana, diam di parkiran saja. Tanpa cincong panjang, langsung menuju loket. Oh iya, tarif masuknya beda ya antara hari biasa sama hari libur. Hari biasa itu dipatok 3ribu rupiah/orang, klo hari libur naik seribu, jadi 4ribu rupiah/orangnya. Itu orang ya, ga tau kalau kalian bawa binatang peliharaan semisal gajah atau jerapah.
Tiket udah dibayar and lessss gooooo...

Pertama sebelum memasuki area ramai pengunjung, ada baiknya melakukan ritual yaitu foto selfi. Biar ga berasa malu foto foto sendirian. Hehehe maklum belum punya gebetan alias masih jumblu ting ting.

Mungkin daun daun, bangku bangku, ayunan, kandang bahkan paman pentol bertanya tanya, hari gini masih jalan sendirian? Aisssss biarlah...

Sebelum menyeberang sungai, kita bisa pilih 2 jalan, yaitu lewat jembatan layang (atas) atau jembatan bambu (bawah). Tapi bayarnya sama ya, 2ribu rupiah/orang. Yah semacam retribusi begitulah.

Karena jalan jembatan bambu lagi rame penyeberang, akhirnya milih lewat sana juga. Rumusnya klo jembatan bambu runtuh, kan jatuhnya bareng sama penyeberang lain. Klo lewat jembatan layang, jembatannya runtuh, dan jatuhnya sendirian, malunya dimana coba????

Aku tipe orang yang suka membaur, jadi ga kayak datang sendirian, ya membuntut di belakang kumpulan anak muda yang entah datang dari mana. Yang ceweknya cekikikan, yang cowoknya cengingisan. Maklum, masih SMP. Dan aku??? Udah dekat kepala 3, mungkin lebih mirip guru pembimbingnya. Tapi tetap, wajah berformalin alias awet muda.

Ok sudah sampai di seberang. Niat dari rumah cuma pengen naik ke Sarigading, ya sudah langsung cap cuss naikin anak tangga.

Stopppppp!!!! Aihh mama papa dan mantan, tolong akuuuu. Aku dicegat bapak bapak pas mau naikin tangga pertama. Sebelum bapak tsb melakukan aksi begalnya, harus nanya dulu alasan kenapa beliau menghalangi jalanku. Ceritanya biar ga mati penasaran. Caelahhhh jumblu mah klo mati rata rata matinya penasaran. Penasaran belum tau siapa jodohnya hahahaha.

Ternyayaaaaa eh ternyata aku belum bayar tiket naik ke Sarigading. Pantesan bapak bapak yang aku lewatin tadi bergegas mencegatku. "Dek klo mau naik ke Sarigading bayar tiketnya dulu ya 2ribu rupiah.".
Iya jadi ada 2 retribusi yang harus dibayar lagi selain tiket masuk klo mau naik ke Sarigading.

Kayaknya semua pajak jalan sudah aku bayar semua. Saatnya olahraga kaki naikin tangga menuju puncak Sarigading.

Eitss ada yang belum tau ya apa itu Sarigading? Itu loh, puncak anak gunung batu yang ada di objek wisata tsb. Di puncak itu nantinya kita bisa lihat pemandangan alam sekitar dari ketinggian bla bla bla mdpl. Hehehe maaf ga bawa meteran, jadi ga tau berapa ketinggiannya.

Satu, dua, tiga, baru naikin 2 anak tangga, udah mulai terasa tubuh rentaku. Nafas ngos ngosan dan keringat bercucuran, padahal masih ada 5, 6, 7 atau lebih lagi anak tangganya. Tarik nafas dalam dalam, keluarkan...

Tips, klo ingin lebih berasa, setiap di anak tangga, abadikan momennya ya. Yupp foto selfi. Jeprettttt. Ah ga bagus. Selfi lagi. Jepreeettttt. Ternyata masih ga bagus, ini yang salah kamera atau wajahku yang terlalu ganteng? Ngarepp!!!

Tapi ada yang senang kali ini. Aku dibuntuti kelompok remaja dari belakang. Jurus pemandu wisata pun ku keluar lagi.

Ketika berada di tangga terakhir, sudah terlihat puncak gunung batunya. Ga berani nengok ke bawah. Tinggi cuyyy. Duduk duduk dulu sambil jepret sana sini ga tentu arah. Memulihkan tenaga setelah menaiki lebih dari 8 anak tangga.

Tips lagi, klo pas naik ke Sarigading, bawa air yang cukup ya buat minum. Biar ga dehidrasi pas nyampe puncak. Kan klo pingsan susah, jalan mana coba mobil ambulance bisa masuk dan naik ke atas? Hehehe

Klo alas kaki yang baik dipakai itu adalah sepatu yang sole atau alas bawahnya ga licin, atau pakai sendal gunung. Jadi kaki aman dari cedera terkilir atau tergelincir ketika menaiki anak tangga. Juga butuh fokus yang tinggi dan hati hati. Karena ada beberapa pijakan tangga kayu yang agak goyang dan pegangannya ada yang udah lepas juga.

Paling utama sebelum naik, do'a dulu ya minta perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Senangnya dalam hati, finally sampai di Sarigading atau puncak gunung batunya. Panas sih ya. Karena aku nyampe udah jam 10 an pagi. Jadi terik mataharinya itu agak agak gimana gitu. Lagi lagi selfi. Jeprettttttt. Rugi klo dah naik ke Sarigading, ga foto, apa kata batu batunya.

Areanya sempit, ada pondok tanpa dinding yang disediakan untuk pengunjung agar ga kepanasan. Tapi tetep aja terasa sempit. Ga bisa diisi orang lebih dari 15 orang ya. Bahaya klo desak desakan di sana. Di bawah terlihat jurang batu nan curam.

Tanganku udeh pegel nah nulis kisahnya, ntar lanjut lagi di bagian ke dua ya.

Satu lagi, lagi dan lagi. Jangan buang sampah sembarangan klo lagi berwisata di Pagat. Klo nengok ke bawah, itu disisi sisi jurangnya terlihat bekas bungkusan makanan tersangkut dimana mana. Jadinya terlihat ga bersih. Kotor.

Klo kalian bilang "kan ada petugas kebersihannya", helloooo itu jurang cyin. Daripada bikin repot orang, mending kita harus sadar kebersihan, untuk tidak membuang sampah sembarangan. Caranya? Ya kalian kumpulin bungkusan bekas makanan kalian di satu wadah, entar kalo udah di bawah lagi, baru dibuang ke tempat sampah. Ok cyin???

Sekian dulu tulisan ini, entar kita sambung ya sampe episode ke 7 kayak sinetron Cinta Fitri atau Tukang Bubur Naik Haji.

Salam adventure, cintai dan jaga lingkungan, nikmati keindahannya.

Minggu, 25 April 2010

Suamiku tak romantis?

Sejak awal berkenalan mestinya aku sudah tau bahwa Azzam, suamiku, tak romantis. Mungkin selamanya tak akan bisa romantis. Dan mungkin tak memerlukan hal-hal seperti itu sebagai ungkapan kasih sayang.

Dua bulan lalu, sebelum ia melamarku, bukankah ia sudah bilang?
“Aku tak sesempurna yang adek bayangkan, tapi aku akan berusaha membuat adek merasa sempurna saat denganku…”

Pernah juga awal-awal berkenalan aku mencoba meminta foto close up-nya, hanya sekedar ingin tau bagaimana rupanya. Ia malah berkata:
“Adek percaya kan bahwa manusia itu tak sempurna?”

Aku kadang cemburu dan merasa iri ketika melihat adegan – adegan romantis yang terjadi di sinetron. Melihat tingkahku, sembari tersenyum ia berkata:
“Dek, itu cuma sinetron… “

Muhammad Nuril Azzam… Tak bisakah engkau se-romantis lagu Glenn Fredly? Atau engkau benar – benar tak bisa romantis? Buktinya?

Saat usiaku genap 25 tahun, aku berharap ia akan memberiku sesuatu kado. Tapi? Boro – boro, ia malah datang terlambat dengan alasan meeting yang tak bisa ditinggalkan di kantor. Ia cuma mengecup keningku seraya berbisik:
“Semoga adek menjadi khadijah-nya keluarga, bagiku, bagi anak-anakku, anak ibuku dan kakak adik-adikku…”

Azzam… tak sempatkah membelikanku sepotong cokelat atau setangkai bunga agar dikau terlihat romantis?

Alhamdulillah… malamnya ia mengajakku dinner di sebuah restoran tempat kali pertama kami bertemu. Tak lama, wajahku berubah cemberut dan make up ku terasa luntur. Aku berharap ia yang memilih dan memesankan makanan kesukaanku, ternyata…
“Adek yang pilih makanannya deh, aku ikut aja…” terlebih saat kulihat ia asyik sendiri dengan makanannya. Huuhh…! Dinner yang sama sekali tak berasa romantis.

Ditengah perjalanan pulang, saat aku kedinginan diterpa angin malam, ia melepaskan jaket hitamnya dan memakaikan ke tubuhku. Duuuhh… kenapa baru sekarang?
“Aku ga mau adek kena angin malam, aku takut adek kedinginan. Kalau adek kedinginan, aku takut adek jatuh sakit. Kalau adek sakit, siapa yang repot?”

“…???”

3 hari kemudian aku benar-benar jatuh sakit. Hanya influenza, tapi coba – coba kubuat berlebihan dari kenyataan. Apa yang akan ia lakukan?

Ternyata ia benar-benar adam yang terindah yang dianugerahkan oleh Allah kepadaku.
Ia izin bekerja selama beberapa hari, apa karena ingin merawatku?
Alhamdulillah, ia tak seperti yang aku bayangkan. Ia begitu mandiri menggantikanku mengerjakan pekerjaan rumah yang biasa aku kerjakan sehari-hari. Ia menyapu dan mengepel lantai, ia mencuci pakaian dan tak lupa menyiram bunga – bunga kesayanganku. Ia membuatkanku bubur. Mas Azzam… apa engkau sedang belajar untuk menjadi romantis?

Duuh.. aku merasa teristemewa hari ini, terlebih ketika ia menyuapiku. Seraya itu, ia berujar:
“Emm… nah gitu dong. Makan yang banyak yah, biar cepet sembuh. Biar bisa beraktivitas seperti biasa, kembali menjadi khadijah dalam bahtera rumah tangga…”

“…???”

Ia melirikku sembari tersenyum kecil, wajahku lagi – lagi cemberut dibuatnya.

Besok paginya, aku terbangun oleh kokok ayam tetangga sebelah. Astaghfirullah… mas Azzam…Ia tertidur disamping ranjang, kepalanya ditelungkupkan ke kedua tangannya. Ia begitu nyenyak, sampai tak tega aku membangunkannya.
Ya Allah.. ampunilah hamba tak bisa menjadi istri yang baik bagi dia selama ini…

Aku beranjak ke dapur, kubuatkan segelas susu hangat dan beberapa potong roti, kuletakkan di atas meja. Lantas aku segera mandi.

“Sudah sehat dek… Alhamdulillah…” sapanya hangat melihat rona segar di wajahku. Susu telah habis ia minum dan tinggal sepotong roti.

“Mas kok tidur disamping ranjang?” tanyaku duduk didekatnya
“Malam tadi adik terus mangigau… Aku tak bisa tidur.”
Wajahku berubah cemberut lagi, jadi gara-gara itu? Bukan karena ingin menungguiku?

“Kenapa ga tidur di sofa aja sekalian?” ku cubit tangannya
“Banyak nyamuk.” Ia tersenyum dan menggelengkan kepala pelan.

2 minggu setelah itu…

Mas Azzam pulang cepat hari ini. Tadi ia sudah menelponku. Bel pun berbunyi, pasti itu suamiku, pikirku.

Duuuhh… mimpi apa aku semalam ya Gusti Allah… Saat kubukakan pintu, ia menyambutku hangat dengan seikat bunga mawar. Apa ini pertanda ia sudah romantis?

“Bunganya indah dan harum…” berkali – kali kucium bunga tersebut.
“Tadi dikasih teman yang membuka usaha dengan berjualan bunga. Sayang kan, kalau ga kuterima? Itung – itung gratis.” Nadanya bercanda, aku malah menanggapi serius.

Hah? Jadi ini bunga gratis? Bukan untuk romantis?

“Huwaa…” teriak mas Azzam dari dalam kamar. Pasti ia telat bangun hari ini.

Resiko mas Azzam. Biasanya setelah shalat subuh ia tak akan memejamkan matanya lagi. Aku yakin pasti dia ngedomel dalam hati kenapa aku tak membangunkannya pagi ini. Aku tersenyum melihatnya gelabakan kesana kemari, bingung apa yang mesti duluan ia lakoni.

Buru – buru ia masuk kamar mandi. Terdengar jelas suara air limpah dari gayung. Byur..byur…
Tumben, ga pakai acara nyanyi-nyanyi, seperti kebiasaannya pas lagi mandi. Berhubung mandinya super kilat, aku tau bakalan ada bagian tubuh yang tak mengkilap.

Mandi pagi tak biasa,
Mandi sore sama aja,
Tidak mandi sudah biasa,
Badan bau luar biasa

Ia tak mengacuhkan nyanyian ku yang berisi sindiran, ia lewat begitu saja didepanku yang sedang menyiapkan sarapan pagi untuknya.

“Makanya kalau pacaran sama neng kokom jangan sampe larut malam, inget istri.”

Ia duduk dan menghirup segelas susu buatanku. “Udah, adek siapain tas kerjaku aja ya.” Muka mas azzam dibuat seram, tapi aku malah ketawa cekikikan.

Ku siapkan tas kerjanya, dan kelar…

Ia berlari kecil ke arah motornya. Aku sadar ada yang ia lupa, lantas kupanggil:
“Idiih.. mau langsung berangkat aja. Lupa ya…” Mas Azzam menepuk keningnya pertanda ia lupa sesuatu. Lekas ia berbalik ke arahku. Muah … muah …

“Nah gitu dong, jangan awal – awal nikah aja muah muah-nya.” Balasku mencium tangannya.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam…”

Pagi ini terasa tak seperti pagi yang biasanya. Kenapa aku begitu bahagia dengan Mas Azzam? Apalagi pagi ini, entahlah…

Pukul 13:00 wib ini aku ada pengajian di mesjid. Sebelumnya aku menelpon mas Azzam dulu untuk meminta izin. Alhamdulillah, aku mendapat izin darinya. Katanya selama yang kulakukan adalah untuk mendapat ridho Allah, kenapa tidak? Aku tersanjung dibuatnya.

Di akhir pengajian, awan berubah mendung dan gelap. Tak lama hujan pun turun dengan derasnya. Gimana aku pulang ya? Tanyaku dalam hati. Seandainya ada mas Azzam…

Aku berjalan ke beranda depan mesjid, kali aja ada teman yang ngajak pulang bareng naik mobil. Tapi sudah pulang semua. Sebagian dijemput oleh suami mereka.
Dari samping parkiran mesjid kulihat seseorang memakai payung hitam perlahan mendekat ke arahku. Astaghfirullah… Mas Azzam… Sebagian tubuhnya basah kuyup, ia menggigil kedinginan. Segera ku berlari dan memeluk tubuhnya. Airmataku menetes tanpa ku sadari. Lekas ia menyapu airmataku, suaranya terputus – putus.

“Aku mau menghemat biaya taksi tadinya, karena itu aku menjemput adek kemari. Daripada aku bayar sama, lebih baik kita naik berdua kan?”

Mas Azzam… Sekarang aku baru sadar, terlebih sehabis membaca tulisan yang engkau tinggalkan di meja. Ya Allah, sekali lagi ampunilah hamba…

Assalamu’alaikum,

Istriku yang sholehah yang tercinta.

Aku, Muhammad Nuril Azzam
Laki – laki yang telah menikahi kamu
Tidaklah semulia Nabi Muhammad, Rasulullah
Tidaklah setakwa Nabi Ibrahim
Pun tidak setabah Nabi Ayub
Ataupun segagah Nabi Musa
Apalagi setampan Nabi Yusuf

Tapi aku hanyalah pria akhir zaman
Yang punya cita – cita membangun keturunan yang sholeh

Akupun sadar
Bahwa engkau, Mia Nur’aini

Bukanlah Khadijah
Yang begitu sempurna dalam menjaga
Pun bukanlah Hajar
Yang begitu setia dalam sengsara

Engkau hanya wanita akhir zaman
Yang berusaha untuk menjadi istri sholehah

Aku tak sempurna,
Aku punya kelemahan dan beberapa kelebihan
Maka kucintai engkau sebagai pelengkap dan penyeimbangnya

Aku menjadi pelindung, dikau penghuninya
Aku menjadi Nahkoda, dikau navigatornya

Seandainya aku bagaikan balita yang nakal, engkau adalah penuntun kenakalannya
Seandainya aku menjadi raja, nikmatilah anggur singgasananya
Seketika aku menjadi bisa, engkaulah obat penawarnya
Seketika aku menjadi masinis lancang, sabarlah memperingatkan

Juga,
Maafkan aku yang selama ini tak bisa menjadi seperti yang engkau minta

Demi Allah, engkau adalah anugerah terindah
Selamanya…

Wasaalam,
Azzam, suamimu

Apa yang telah aku pikirkan selama ini? Bukankah suamiku sudah terlalu romantis???